Ini menyebalkan, benar-benar
menyebalkan, tapi aku berjanji, aku bukan Babi yang yang bisa menjilat
muntahanku sendiri aku manusia tentunya lebih santun dari itu. Tapi aku lelah,
tubuhku tak kuat rasanya. Apa aku sanggup, ada beberapa pilihan di otakku aku binggung
, jika aku tidak ikut aku tidak tepat janji, dan aku aku harus mengulang ini
tahun depan atau aku mengikutinya di zona II maka semuanya akan beres, namun
resikonya aku terancam sakit lagi.
***
Pagi ini terlalu dingin namun tak
sedingin hatiku yang masih meragu, ku hirup aroma susu coklat panas di temani
selembar roti tawar dengan selai coklat di tengahnya, ku raih ponselku dan ku
kirim message pada ketua komsat ku, “aku
ikut” dengan tangan yang masih memegang gelas ku tulis beberapa kata di
twitter ku lalu ku matikan. Pelan ku letakan kembali gelas ku lalu ku raih
Handsed ku dan ku putar beberapa lagu pagi itu, sambil menatap matahari yang
mulai menampakan dirinya di iringi dengan terbangnya beberapa burung kecil yang
telah keluar dari sarangnya.
Dengan
tergesa-gesa kedua kakiku menaiki anak tangga, terdengar suara orang yang
sedang bicara di sana, aku tahu aku terlambat, ini kenyataan. Ku hampiri
panitia di depan sana yang kemudian memberiku snack dan air mineral gelas tanpa
sedotan, lalu setangah berlari aku masuk dan duduk di belakang sambil mendengar beberapa sambutan yang tidak
mengiurkanku. Ini menarik, di kegiatan ini sebelumnya aku tidak mengikuti
ritual pembukaan, hanya datang ketika Bis sudah ingin melaju meninggalkan
kampus.
Ketika
semua orang sudah meletakan barangnya di Bis aku menunggu di belakang, kemudian
masuk dengan perlahan. Penuh, aku pikir waktu itu aku tidak akan mendapatkan
sebuah tempat duduk, namun ketika ku lihat ada tempat kosong di belakan aku
bergegas menujunya. Akkkkhhh....akkkkhh jeritan seorang perempuan terdengar
tiba-tiba saat aku hendak meletakan ransel hitamku dari kejauhan,
akkkhhhh....akkkhhhh dangan nada sinis perempuan itu melihatku dan akupun baru
sadar aku menginjak kakinya. Langsung ku tarik kakiku dan dengan pelan ku
ucapkan “maaf” yang langsung di
sambarnya dengan kata-kata pedas yang keluar dari mulutnya, aku hanya diam
menyaksikan dia bicara, lalu ketika di melihat kembali kaos kakinya yang kotor,
kembali dia mengumam dengan kata-kata yang tak ku ingat, aku tidak mau
mengingatnya. Terlalu indah kata-kata yang keluar, dari mulut
seorang perempuan berpendidikan yang mengerti agama dengan jilbab yang
menutupi sekujur tubuhnya. Menyebalkan
ucapan maafku saja bahkan tidak di terima, batinku. Dengan pelan aku bergumam
“whatever you say” seraya menuju
tempat duduk itu.
Ku buka buku hitamku dan ku baca
perlahan, lalu duduklah seorang perempuan di sampingku ketika Bis hendak
melaju. Dia tersenyum menatapku dan memperkenalkan dirinya “Kivi”, dan secara
tidak sadar aku terlibat pembicaraan kecil dengannya. Di lokasi yang sama aku
agak heran ada sedikit hal yang berubah dari sebelumnya, namun ku nikmati. Ku
letakan barang-barangku di meja lalu bersandar pada tembok sambil mengengam
ponsel kecilku, ku buka beberapa pesan yang baru masuk lalu ku balas, dan
kemudian beristirahat sejenak.
Tiba waktu sholat, aku menyimpan
kembali ponselku lalu berangkan ke Mosque menyusul yang lain yang sudah
meninggalkanku. “kenapa mereka lurus padahal mushola itu jauh, bukannya ada Mosque yang dekat ”, gumamku dan tak sadar terdengar
dua orang perempuan di depanku. “ada yang
dekat” tanya salah seorang dari mereka, dan kemudian ku jelaskan pada
mereka, “ya sudah ngikut kamu aja”
tambahnya. “Dari prodi apa?” Tanya
nya lagi “Psikologi” jawabku, “kamu Silvia kan?” tanya salah seorang
yang sedari tadi diam “tahu dari mana”
jawabku, “dari seseorang” jawabnya
sambil tersenyum.
Usai sholat kami mulai mengikuti
serangkaian acara pertama hari itu, dan kebetulan aku diminta menjadi time
keepernya oleh instruktur bersama salah seorang lagi yang ditunjuk oleh
persertanya. Ada yang sedikit berbeda dari kegiatan yang sebelumnya, kami
diizinkan membawa ponsel dan tidak di sita. Aku berusaha fokus dan menikmati
serangkaian acara di hari itu sampai aku terlelap dengan ransel hitam yang
menjadi bantalku dan jaket yang menyelimuti tubuhku.