Akhirnya tertulislah catatan
ini, karena banyak yang tanya kapan aku menikah haha…
Jenuh juga sih dengernya,
apalagi teman-teman magister ada juga yang udah nikah, dan finally berdampaklah
pada mahasiswa mapro jomblo di kelas kami, dan salah satunya itu aku, belum
cukup sampai di situ, ketika ketemu keluarga besar, bahkan bokap-nyokap sendiri
Tanya “kapan kamu mau nikah?”
(Pasti para jomblo di muka
bumi bakal nyari alasan klasik or ngehindar kalo udah dikasih pertanyaan horror
begini).
Bagi ku pernikahan itu berdampak dunia dan akherat, surga
dan neraka, menikah bukan karena sudah tua, sudah lulus S1, sudah bekerja, atau
sudah-sudah lainnya, bagi ku menikah butuh persiapan mental, spiritual, dan
financial. Bukan nolak menikah cepat atau nikah muda hanya saja diri merasa
belum siap secara mental untuk menjadi seorang istri, mengingat masih menjadi
mahasiswi Mapro yang musti mengabdi pada tangung jawab kuliah, dan gadis 22
tahun yang ingin menikmati masa muda sendiri.
Waktu remaja awal aku berharap menemukan cinta, dan
menjalin cinta bak drama korea, tapi, alhamdulillah
Allah masih menjaga dan belum mengijinkan karena belum waktunya. Apakah
sekarang waktu yang tepat buat ku menemukan cinta? Hemb aku terinspirasi cerita
ayat-ayat cinta yang membuat ku mendambakan sosok Fahri ketika novel tersebut
booming dan sampai sekarang aku masih mendambakan sosok Fahri, dalam sujud, doa,
dan ikhtiar.
Menemukan Cinta karena Allah, cinta yang membuatku dekat
dengan Allah ketika aku bersamanya, bertambah
rajin ibadah aku bersamanya, ia yang menguatkan ibadahku, dan memuntunku
menjadi bidadari di syurga kelak. Tapi bukan berarti hanya cinta semata kan, menikah
tidak cukup dengan kata cinta, menikah tentu dilandasi dengan niat ibadah,
selain kesiapan yang tadi, karena menikah adalah separuh dari kesempurnaan
agama. Jadi benar-benar harus diputuskan dengan matang, bukan hanya main-main
atau terdesak dsb.
Apa tidak pernah tertarik dengan cwo selama ini? ya
pernah lah, salah satu fitrah manusia adalah memiliki ketertarikan terhadap
lawan jenis, tapi, alhamdulillah Allah masih menjaga dan belum mengijinkan
karena belum waktunya, bukan tertarik lalu menjalin hub pacaran. Allah sudah
memberikan solusi menikah bukan pacaran, menikah adalah syariat, pacaran itu
maksiat. Menikah karena Allah sesuai syariatnya, buka berkhalawat, hingga
kepepet akhirnya nikah.
Jodoh memang bukan ditunggu, tapi juga ikhtiar sambil
menantaskan diri, yang sedang ku lakuin sekarang. Bukankah setiap manusia ingin
jodoh yang baik, sholeh/sholehah, beraklak, menjaga kesuciannya, rupawan, dll,
sulit mendapatkan jodoh seperti itu jika hanya bermalas-malasan tanpa perbaikan
diri. Yang paling penting adalah manusia itu penuh cela, tidak ada yang
sempurna. Jika sudah memutuskan bersama sang “jodoh” syukurilah, terima
kekurangan dan ketidaksempurnaanya, dibalik kekurangan seseorang pasti ada
kelebihannya, karena hakekat cinta adalah memberi bukan diberi.
Salam sayang @aiyaselvia