Pertengahan Juni lalu,
ketika aku berhasil mendapat beasiswa S2 dari Dikti dan bertolak ke Jepang,
tanpa sengaja aku bertemu seorang gadis, Jepang yang begitu ramah dan
mengagumkan, saat aku sedang menunggu di stasiun Shibuya, menuju rumah sewaan yang
memang telah di siapkan di sana. Aku memang begitu ceroboh, di negri orang pun
aku bisa sampai ketinggalan dompet, yang semuanya berada di situ mulai dari
uang, ATM, sampai kartu identitasku. Namun ketika aku panik mencari dompetku,
tiba-tiba suara seorang wanita memangilku dari belakang, aku kaget
bercampur heran, kenapa dia mengetahui nama ku padahal aku belum pernah bertemu
dia sebelumnya. Dengan senyun khas wanita Jepang dia menyodorkan dompetku, dan
berkata bahwa aku menjatuhkannya ketika membeli minuman di mesin penjual
otomatis dekat stasiun, dan dia adalah orang yang berdiri di belakangku waktu
itu. Dengan tergagap aku mengambil dompetku dan setengah malu membuka isinya
yang ternyata masih utuh.
Pertemuan ku dengannya
pun tidak sampai hanya di situ, ternyata dia adalah mahasiswi, yang mengambil
jurusan dan kelas yang sama dengan ku. Aku kaget ketika melihatnya di kampus,
dan seperti biasa dia tersenyum, lalu memperkenalkan dirinya, hingga akhirnya
aku tahu namanya Satomi Iura, dia anak dari seorang keturunan Sanada fanatic,
keluarganya cukup terpandang di Tokyo. Akhirnya dengan mantap pula aku
memperkenalkan diriku seorang mahasiswa dari Indonesia yang bernama Ahmad Basin
asal Palangkaraya Kalimantan Tengah. Dan sejak saat itulah aku berkenalan
dengan Satomi, dia cantik, ulet, pintar, dan aktif, sungguh sebuh perpaduan
pribadi yang apik. Berjalannya hari demi hari aku bersama teman-teman yang lain
sering menghabiskan waktu di luar dan berdiskusi bersama, mereka memanggilku
dengan sebutan Sin seperti teman-teman di Indonesia ku memanggil namaku. Di
luar itu aku dan Satomi lebih banyak menghabiskan waktu bersama sekedar ngobrol
atau mendiskusikan pelajaran. Kami pun sering berangkat bersama ke stasiun
karena tempatku dan Satomi kebetulan berada pada satu jalur kereta. Terlepas
dari itu semua dan seiring berjalannya waktu aku merasakan hal aneh yang ada
dalam hatiku, dan belakangan aku tahu bahwa aku menaruh hati pada Satomi.
Karena tidak kuat rasanya memendam perasaan ini berlama-lama, akhirnya aku
putuskan untuk mengungkapkan padanya, bagaimana reaksinya kemudian itu
urusan belakangan yang pasti aku telah memberanikan diriku untuk mengungkapkan
isi hatiku pada Satomi.
Pada pertengahan april, akhirnya terlontarkan juga isi hatiku pada Satomi, di
bawah pohon sakura yang sedang bermekaran indah menebarkan aroma alam yang
mewah khas Jepang. Hal yang paling mengherankan bagiku ialah ia menyambut
gembira maksud dan diriku. Mulai sejak saat itulah kami mulai merajut kasih di
negri matahari itu.
Selama bersama Satomi
rasa lelah, putus asa dan jenuh pun hilang yang ada hanyalah rasa kasih sayang
dan memiliki, bagaimana dia mendukung kuliah serta karir ku begitupun sebalinya
aku. Kami berusaha bersama-sama merajut mimpi masa depan kami dengan semangat,
dan optimis yang tinggi, agar kelak jika kami bersama kami telah matang dari
segi finansial maupun mental. Sebuah impian yang sangat indah.
Hampir dua tahun aku mengenyam pendidikan di Jepang rasanya sungguh tidak
terasa apalagi dengan kehadiran Satomi di sampingku. Sekarang tibalah giliran
kelulusan, ada perasaan senang sekaligus gundah di hatiku, bebagai pikiran
menerpa dikepalaku, tentang masa depan kami. Setelah lulus Satomi tentunya akan
berkarir di Jepang, sedangkan aku sudah barang tentu pulang dan mengabdi di
negri tercintaku Indonesia. Setelah mendiskusikan ini pada Satomi, aku
benar-benar terharu, dia bersedia mengikuti aku pulang dan menjadi warga Negara
Indonesia. Sekarang selesai sudahlah masalahku. Aku hanya tinggal menunggu hari
kepulangan ke Indonesia karena sudah ada pekerjaan yang menantiku di sana,
meskipun aku memutuskan masih tetap di Jepang barang sebulan dua bulan,
untuk menyelesaikan dan memperjelas hubungan ku dengan Satomi, dan juga meminta
izin dari keluarganya untuk membawa Satomi bersamaku ke Indonesia.
Tepat pada hari minggu
malam aku mendatangi rumah Satomi, dengan sedikit gugup yang menyelimutiku, aku
melangkah mantap menuju rumahnya. Aku disambut ramah oleh ayahnya. Kemudian
tanpa bertele-tele aku langsung menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan ku.
Mendengar penjelasanku pak Tanaka Iura terdiam, lalu akhirnya dengan ramah ia
berusaha menjelaskan silsilah dan tradisi keluarga mereka, yang pada intinya
dia tidak menyetujui putrinya untuk menikah dengan orang asing selain penduduk
asi Jepang sendiri, apalagi sampai dibawa ke tempat asing. Aku sangat kecewa
mendengarnya, ingin rasanya memberontak apalagi ketika aku melihat Satomi
berusaha mati-matian meminta persetujuan dari ayahnya sambil meneteskan air
mata, yang kemudian menggengam erat tanganku seperti meminta dukungan dariku.
Alhasil permohonanku malam itu di tolak, namun aku tidak menyerah, kucoba
berkali-kali memohon pada ayah Satomi. Namun hasilnya sama saja, ayahnya tidak
menyetujui keputusan kami.
Beberapa minggu setelah
itu, dengan semangat baru dan api di hati yang masih belum padam, aku bertekat
ingin mencobanya lagi, hanya saja belakangan ini aku merasa tidak wajar, Satomi
tiba-tiba berubah padaku, sikapnya dingin, tidak pernah mengirimkan pesan atau
menelponku terlebih dahulu sebelum aku melakukannya. Dia pun mulai jarang
menjawab pesan dan mengangkat teleponku, dan ketika ku tanya mengapa, dia hanya
menjawab daijoobu (tidak apa-apa). Aku pun jarang bertemu dangannya dan dia
selalu menolak ketika ku ajak untuk sekedar kencan. Saat aku datang kerumahnya
pun kami hanya berbicara sebentar, lalu dia menyuruhku untuk kembali pulang.
Tepat di bulan Maret aku
menunggu di bawah pohon sakura khawasan Ueno Park tempat dimana pertamakali aku
mengungkapkan perasaanku pada Satomi, berdasarkan permintaannya. Aku pikir kami
akan merayakan hari jadian kami seperti biasa di tempat ini, namun ternayata
aku salah, Satomi secara sepihak memutuskan hubungan kami, yang membuatku
berhenti bernafas mendengarnya. Aku menanyakan penyebab dan salahku padanya
namun dia hanya mengatakan bahwa kami tidak bisa bersama.
Berhari-hari setelah itu
aku, masih berusaha menghubungi Satomi dan meyakinkan dia semuanya akan
baik-baik saja, namun sepertinya semuanya sudah berakhir. Setelah kejadian itu
aku benar-benar lose kontak dengan Satomi. Hari kepulanganku ke Indonesia pun
semakin dekat, hingga akhirnya aku memberanikan diri mendatangi rumah Satomi
untuk meminta penjelasan padanya siapa tahu masih ada secercah harapan untuk
menyelamatkan hubungan kami. Dengan senyum biasa Satomi menatapku, dan berkata
tidak ada yang harus ia jelaskan, ini merupakan keputusannya, yang ia anggap
baik untuk kami berdua. Tak terasa pipi ku di aliri air yang masih hangat dari
kedua mata ku. Namun aku tidak dapat berbuat apa-apa lagi, hubungan kami
benar-benar berakhir sekarang. Sebelum aku pulang Satomi mengatakan padaku
bahwa aku harus bahagia, aku harus hidup bahagia dan begitupun dirinya.
Di rumah sewaan ku, aku
hanya tidur uring-uringan menunggu hari kepulanganku dan sekedar berjalan-jalan
sebentar, rasanya hilanglah seluruh keindahan Jepang dalam sukma seiring
perginya Satomi dari sisiku. Aku seperti orang yang bodoh, tidak tahu harus
kemana, aku menceritakan masalahku pada teman-temanku di sana dan jawaban
mereka sangat simpel, aku harus optimis bangkit kembali dan lekas melupakan
Satomi.
Hari kepulanganku
akhirnya tiba jua, Aku telah meninggalkan Jepang dan Satomi kekasihku. Sesampai
di Indonesia pelukan dan ciuman ayah serta ibuku akhirnya sedikit mampu
menghilangkan sejenak pikiranku akan Satomi. Bagaimanapun aku benar-benar harus
bahagia seperti yang Satomi ingini. Aku berusaha memupuk jalan hidupku di negri
tercintaku, membangun impian dan mengabdi pada negriku.
Bunga sakuraku telah
gugur sekarang, tidak mungkin kembali menyatu pada rantingnya. Aku hanya
berharap jika bukan di kehidupan ini aku bisa di satukan bersama Satomi, semoga
kelak di kehidupan berikutnya Tuhan berkenan menyatukan kami dalam cinta yang
abadi. Di iringi aroma sakura khas Jepang dimana aku menjalin kasih
bersama Satomi.
The And….
Terimakasih telah menyempatkan
diri membaca Cerpen dari ku …
Sangat diharapkan kritik dan
sarannya,
sebagai bahan evaluasi dan
koreksi penulis ^_^
..dlm penulisan huruf,di chek lagi,..ada yg kelebihan,ada yg kebalik,...contoh:meminta dulungan,menyelamatkan hubingan kami,siapa tahun,..tp daiijobu,..ceritanya sugoi,keren,hanya saja bikin saya ingat jepang apalagi pas musim semi saat ini....dari cerpen ini kita bs ambil hikmah bahwa cinta tidak sll bersama scr lahir,..tp scr hati sll bersama,.dan tetap optimis menjalani hidup walaupun berat dan sangat berat,..ALLOH SWT punya rencana lain dan terbaik buat hambanya,..watashi wa nihon ni natsukashikutte aishiteru koto desu..
BalasHapusterima kasih....
Hapuskomentarnya sanggat membantu sekali :)....
dan, semoga ini dapat menjadi bahan koreksi Q kedepannya...
Ditunggu komentarnya pada entri-entri yang lain..^_^