Kebanyakan
orang menggangap bahwa dalam islam tidak terdapat ilmu, pandangan ini khususnya
di terapkan di daerah barat. Anggapan tersebut secara tidak langsung dan tidak
disadari menciptakan pandangan tersendiri bagi masyarakat dunia. Namun jika di
kaji kembali pandangan seperti ini sama sekali kontradiktif dengan faham sekular
dan material. Dalam islam telah lama ada wujud sains berdasarkan landasan
kaidah dan metodelogi yang di setujui oleh islam. Begitu juga ketika kita
mengungkapkan sejarah kelahiran sains, sains sama-sama tumbuh berbanding dengan
agama atau budaya dalam menentukan kemajuan masyarakat dunia.
Bagi
pandangan islam alam adalah menjadi sebagian daripada asas ilmu pengetahuan
termasuk sains. Alam adalah ayat Allah. Dalam islam Allah telah menciptakan
manusia sebagai mahluk yang peling mulia diantara mahluk-mahluk lain, hal itu
dikarenakan mausia dianugrahi akal yang dapat berfikir. Cosmos atau alam yang dibicarakan oleh sains merupakan jalan
kedua untuk manusia mengenal kekuaan allah dan memberika fakta iliah yang
jelas, untuk dikaji dan diselidiki oleh akal.
Sains
menurut islam tidak jauh dari konsep sains yang kita yakini selama ini. hanya
saja sains dalam islam selalu didasarkan atas asas-asas nilai, konsep, dan
prinsif-prinsif yang ada, yaitu Tawhid, khilafah, ibadah, halal, haram, adil,
dan dzalim, yang merupanan asas yang penting dalam sains dan teknologi. Prinsif
tersebut tidak keluar dari ruang lingkup wahyu yang ditanzilkan. Di sampiang itu,
akal yang berasaskan pada epistimologi keilmuan juga menjadi pendukung
pembentuk sains.
Kajian sains di dunia islam:
1. Sains filsafah dan intelektual
yang dapat dipelajari oleh manusia dengan mengunakan pembuktian dan kecerdikan
yang dimiliki sejak lahir.
2. Sains yang disampaikan
(transmitted). Sains ini hanya dipelajari dengan cara pemyampaian, yang kalau
dilihat akhirnya akan sampai pada penemuan sains tersebut.
Tanpa kita sadari terdapat banyak
pelajaran tentang sains pada Al-Qur’an, salah satunya ialah emriologi. Pada
tahun 1982, Keith Moore, seorang profesor di University of Toronto, menulis
sebuah buku berjudul : "The Developing Human, edisi ke3". Di dalamnya
Moore menceritakan proses kelahiran dengan topik pertumbuhan embrio di
dalam Al-Quran. Selanjutnya ia menulis buku kedua yang berjudul "Human
Development as described in the Quran and Sunnah" yang banyak di kutip
oleh ahli-ahli Sunni. Mereka ini merujuk kepada ayat Al-Qur’an berikut :
"Kemudian Kami jadikan dia air mani (yang disimpan) di dalam
tempat yang kukuh. Kemudian mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal
darah itu Kami jadikan sepotong daging, lalu sepotong daging itu Kami jadikan
tulang, lalu tulang itu Kami bungkus dengan daging, kemudian dia Kami ciptakan
makhluk yang lain. Maka Maha suci Allah yang sebaik-baik menciptakan."
Dalam
zaman sains yang sudah maju hari ini, ada unsur saintifik jelas yang terdapat
di dalam Al-Quran dan Hadis. Dalam kajian singkat mengenai "ilmu Sains"
pernyataan-pernyataan yang selama di percaya jelas telah tertolak dalam Islam. Al-Qur’an sendiri menunjukan sumber
keilahiannya tidak dijumpai di dalamnya satu perkara yang tidak benar, Al-Qur’an
sebagai penyempurna, dan hadir sebagai penyeimbang bagi Rohani dan Jasmani yang
hadir di dalam Islam.
Refrensi :
Khalid, Esa.
(2001). Konsep Tamadun Islam. Johor Malaysia
: Universiti Teknologi Malaysia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar