Minggu, 15 Desember 2013

Islam dan Sains


        Kebanyakan orang menggangap bahwa dalam islam tidak terdapat ilmu, pandangan ini khususnya di terapkan di daerah barat. Anggapan tersebut secara tidak langsung dan tidak disadari menciptakan pandangan tersendiri bagi masyarakat dunia. Namun jika di kaji kembali pandangan seperti ini sama sekali kontradiktif dengan faham sekular dan material. Dalam islam telah lama ada wujud sains berdasarkan landasan kaidah dan metodelogi yang di setujui oleh islam. Begitu juga ketika kita mengungkapkan sejarah kelahiran sains, sains sama-sama tumbuh berbanding dengan agama atau budaya dalam menentukan kemajuan masyarakat dunia.
        Bagi pandangan islam alam adalah menjadi sebagian daripada asas ilmu pengetahuan termasuk sains. Alam adalah ayat Allah. Dalam islam Allah telah menciptakan manusia sebagai mahluk yang peling mulia diantara mahluk-mahluk lain, hal itu dikarenakan mausia dianugrahi akal yang dapat berfikir. Cosmos atau alam  yang dibicarakan oleh sains merupakan jalan kedua untuk manusia mengenal kekuaan allah dan memberika fakta iliah yang jelas, untuk dikaji dan diselidiki oleh akal.
        Sains menurut islam tidak jauh dari konsep sains yang kita yakini selama ini. hanya saja sains dalam islam selalu didasarkan atas asas-asas nilai, konsep, dan prinsif-prinsif yang ada, yaitu Tawhid, khilafah, ibadah, halal, haram, adil, dan dzalim, yang merupanan asas yang penting dalam sains dan teknologi. Prinsif tersebut tidak keluar dari ruang lingkup wahyu yang ditanzilkan. Di sampiang itu, akal yang berasaskan pada epistimologi keilmuan juga menjadi pendukung pembentuk sains.
Kajian sains di dunia islam:
1. Sains filsafah dan intelektual yang dapat dipelajari oleh manusia dengan mengunakan pembuktian dan kecerdikan yang dimiliki sejak lahir.
2. Sains yang disampaikan (transmitted). Sains ini hanya dipelajari dengan cara pemyampaian, yang kalau dilihat akhirnya akan sampai pada penemuan sains tersebut.
        Tanpa kita sadari terdapat banyak pelajaran tentang sains pada Al-Qur’an, salah satunya ialah emriologi. Pada tahun 1982, Keith Moore, seorang profesor di University of Toronto, menulis sebuah buku berjudul : "The Developing Human, edisi ke3". Di dalamnya Moore menceritakan proses kelahiran dengan topik pertumbuhan embrio di dalam Al-Quran. Selanjutnya ia menulis buku kedua yang berjudul "Human Development as described in the Quran and Sunnah" yang banyak di kutip oleh ahli-ahli Sunni. Mereka ini merujuk kepada ayat Al-Qur’an berikut :
"Kemudian Kami jadikan dia air mani (yang disimpan) di dalam tempat yang kukuh. Kemudian mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan sepotong daging, lalu sepotong daging itu Kami jadikan tulang, lalu tulang itu Kami bungkus dengan daging, kemudian dia Kami ciptakan makhluk yang lain. Maka Maha suci Allah yang sebaik-baik menciptakan."
        Dalam zaman sains yang sudah maju hari ini, ada unsur saintifik jelas yang terdapat di dalam Al-Quran dan Hadis. Dalam kajian singkat mengenai "ilmu Sains" pernyataan-pernyataan yang selama di percaya jelas telah tertolak dalam Islam. Al-Qur’an sendiri menunjukan sumber keilahiannya tidak dijumpai di dalamnya satu perkara yang tidak benar, Al-Qur’an sebagai penyempurna, dan hadir sebagai penyeimbang bagi Rohani dan Jasmani yang hadir di dalam Islam.
Refrensi :
Khalid, Esa. (2001). Konsep Tamadun Islam. Johor Malaysia : Universiti Teknologi Malaysia.

Albert Einstein (Ilmuan Fisikawan Teoritis)

 

      Albert Einstein adalah seorang ilmuwan fisika teoretis yang dipandang luas sebagai ilmuwan terbesar dalam abad ke-20. Einstein mengemukakan teori relativitas dan juga banyak menyumbang bagi pengembangan mekanika kuantum, mekanika statistika, dan kosmologi. Dia dianugerahi Penghargaan Nobel dalam Fisika pada tahun 1921 untuk penjelasannya tentang efek fotolistrik dan "pengabdiannya bagi Fisika Teoretis". Setelah teori relativitas umum dirumuskan, Einstein menjadi terkenal ke seluruh dunia, pencapaian yang tidak biasa bagi seorang ilmuwan. Di masa tuanya, keterkenalannya melampaui ketenaran semua ilmuwan dalam sejarah, dan dalam budaya populer. Wajahnya merupakan salah satu yang paling dikenal di seluruh dunia.
 
       Einstein lahir di Jerman. Keluarga mereka keturunan Yahudi. Ayahnya seorang penjual ranjang bulu yang kemudian menjalani pekerjaan elektrokimia, Einstein disekolahkan di sekolah Katolik. Ia dianggap sebagai pelajar yang lambat, kemungkinan disebabkan oleh dyslexia, sifat pemalu, atau karena struktur yang jarang dan tidak biasa pada otaknya (diteliti setelah kematiannya). Pendapat lain yang berkembang belakangan ini, tentang perkembangan mentalnya yang menyebutkan dia menderita Sindrom Asperger, sebuah kondisi yang berhubungan dengan autisme.
 
       Pada umur lima tahun, ayahnya menunjukkan kompas kantung, dan Einstein menyadari bahwa sesuatu di ruang yang "kosong" ini beraksi terhadap jarum di kompas tersebut; dia kemudian menjelaskan pengalamannya ini sebagai salah satu saat yang paling menggugah dalam hidupnya. Einstein mulai belajar matematika pada umur dua belas tahun. Ketertarikannya terhadap dunia intelek pada masa akhir kanak-kanaknya dan awal remaja di dukung oleh kedua pamannya yang membantu memberikan usulan dan buku tentang sains dan matematika padanya.  
 
       Masa kegagalannya dalam seni liberal dalam tes masuk Eidgenössische Technische Hochschule (Institut Teknologi Swiss Federal, di Zurich) pada tahun berikutnya adalah sebuah langkah mundur, ia dikirim keluarganya ke Aarau, Swiss, untuk menyelesaikan sekolah menengahnya, di mana dia menerima diploma pada tahun 1896. Setelah lulus Diploma Einstein tidak mendapatkan pekerjaan sebagai pengajar, akhirnya ia mendapatkan pekerjaan sebagai asisten teknik pemeriksa di Kantor Paten Swiss berkat Ayah temannya. Di sana, Einstein menilai aplikasi paten penemu untuk alat yang memerlukan pengetahuan fisika. Dia juga belajar menyadari pentingnya aplikasi dibanding dengan penjelasan yang buruk, Einstein kadang-kadang membetulkan desain mereka dan juga mengevaluasi kepraktisan hasil kerja mereka.
 
       Pada tahun 1905 Einstein menulis empat artikel yang memberikan dasar fisika modern, tanpa banyak sastra sains yang dapat ia tunjuk atau banyak kolega dalam sains yang dapat ia diskusikan tentang teorinya. Banyak fisikawan setuju bahwa ketiga thesis itu (tentang gerak Brownian), efek fotolistrik, dan relativitas khusus) pantas mendapat Penghargaan Nobel. Tetapi hanya thesis tentang efek fotoelektrik yang mendapatkan penghargaan tersebut. Ini adalah sebuah ironi, bukan hanya karena Einstein lebih tahu banyak tentang relativitas, tetapi juga karena efek fotoelektrik adalah sebuah fenomena kuantum, dan Einstein menjadi terbebas dari jalan dalam teori kuantum. Yang membuat thesisnya luar biasa adalah, dalam setiap kasus, Einstein dengan yakin mengambil ide dari teori fisika ke konsekuensi logis dan berhasil menjelaskan hasil eksperimen yang membingungkan para ilmuwan selama beberapa dekade.
 
       Di artikel pertamanya pada tahun 1905 bernama "On the Motion—Required by the Molecular Kinetic Theory of Heat—of Small Particles Suspended in a Stationary Liquid", mencakup penelitian tentang gerakan Brownian. Menggunakan teori kinetik cairan yang pada saat itu kontroversial, dia menetapkan bahwa fenomena, yang masih kurang penjelasan yang memuaskan setelah beberapa dekade setelah ia pertama kali diamati, memberikan bukti empirik (atas dasar pengamatan dan eksperimen) kenyataan pada atom. Dan juga meminjamkan keyakinan pada mekanika statistika, yang pada saat itu juga kontroversial.
 
       Sebelum ini, atom dikenal sebagai konsep yang berguna, tetapi fisikawan dan kimiawan berdebat dengan sengit apakah atom itu benar-benar suatu benda yang nyata. Diskusi statistik Einstein tentang kelakuan atom memberikan pelaku eksperimen sebuah cara untuk menghitung atom hanya dengan melihat melalui mikroskop biasa. Wilhelm Ostwald, seorang pemimpin sekolah anti-atom, kemudian memberitahu Arnold Sommerfeld bahwa ia telah berkonversi kepada penjelasan komplit Einstein tentang gerakan Brown.
 
Refrensi :
Biographiq. (2008). Albert Enstein the Man Behind the Teories. Germany : Figuarian
      Publising.

Max Jammer. (2011). Einstein and Religion: Physics and Theology. UK : Princeton
     University Press.

Rabu, 04 Desember 2013

Peran Sains dalam pendidikan

Oleh :@aiyaselvia

     Di era modern sekarang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kian marak bertaburan, bahkan di negara berkembanga seperti Indonesia. Tidak hanya itu sains dan teknologi telah menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia dan merupakan suatu disiplin ilmu yang penting di pelajari di era sekarang. Dengan sains kita dapat mengetahui berbagai fenomena alam yang bersifat fisik. Sains telah membuat kita dapat mengetahui berbagai macam informasi ilmu pengetahuan dan ternologi terbaru bahkan mengembangkannya.

      Jika kita telisik lagi, perkembangan sains merambat pada kemajuan teknologi dewasa ini. Hal tersebut memungkinkan kita dapat mengakses informasi dari berbagai belahan dunia dimanapun dikarenakan adanya Internet. Hal ini memunculkan adanya perkembagan web sains seperti jurnal ilmiah, buku-buku refrensi, penelitian dan perkembangan IPTEK terbaru, dll. Sehingga akhirnya kemajuan teknologi dapat dikatakan memberikan ruang gerak yang leluasa bagi pengunanya dan memberikan batas kabur antara jarak dan ruang.

       Secara tidak langsung sains juga berdampak besar bagi dunia pendidikan.  Mempermudah dalam pencarian data dan informasi pada dunia maya. Contoh sederhananya adalah pengunaan e-mail dalam mentranfer data yang dapat dikirimkan kepada guru atau dosen terkait.

Referensi :
Internet Untuk Pendidikan, Budi Rahardjo

Senin, 02 Desember 2013

Semesta Science



Oleh : @aiyaselvia

            Alam semesta ialah misteri Tuhan yang sulit terungkap walaupun di jaman modern sekarang. Banyak tokoh dan ilmuan yang berusaha mengungkap semesta dengan pendekatan teoritis dan penelitian yang berulang, namun semesta tetap merujuk pada kekuatan Tuhan dan rahasia alam. Para ilmuwan melakukan percobaan untuk menguji teori mereka setidaknya, itulah versi ideologis tentang apa yang terjadi. Dalam prakteknya, prasangka teoritis tentang bagaimana alam semesta seharusnya berfungsi, hanya didapatkan melalui observasi.
 
         Ada banyak contoh tokoh Yunani, termasuk Plato, yang bersikeras bahwa alam semesta ini ditandai dengan tatanan kosmik dan harmoni matematika. Seperti ilmu pengetahuan modern, Pythagoras dan pengikutnya berkeyakinan bahwa matematika adalah kunci untuk memahami alam semesta, meskipun mereka juga berusaha menguak rahasia di balik angka yang memberi mereka makna tersembunyi (Patricia, 2009).

         Dalam Pythagoras, pendekatan ini disebut kuantitatif, alam semesta miliki pencarian spiritual untuk perbaikan diri, tetapi juga ditandai ilmu rasional dengan banyak teori terkenal seperti Newton dan Galileo, yang membayangkan kosmos sebagai buku besar, yang telah ditulis oleh Tuhan dalam bahasa matematika dengan lingkaran malaikat, dan bentuk geometris lainnya. Pythagoras yang mencari hubungan mistis angka, memperpanjang matematika awal masuk ke dalam alam semesta, mencoba untuk membangun rasio harmonik untuk jarak antara planet-planet. Aliansi Yunani ini disebut astronomi dan aritmatika, semua hal ini masih berlaku di seluruh Eropa pada abad ketujuh belas lalu.

         Aristoteles memiliki sedikit kesabaran dalam memahami angka khusus dan matematika kosmik Pythagoras, namun ia adalah seorang astronom teoretis yang mengandalkan kekuatan meskipun ia dikenal unggul pada pengamatan yang akurat. Aristoteles  menolak pendekatan matematika Pythagoras dan plato, Aristoteles membagi alam semesta menjadi dua zona yang jelas batas-batasnya dengan sifat mencolok yang relatif kecil.

         Pada akhirnya semesta tetaplah menjadi bagian yang sulit untuk dipecahkan. Berbagai penelitian terbaru berusaha memecahkan misteri semesta dengan pendekatan dan teknologi yang mutahir. Alam semesta tetalah menjadi rahasia Tuhan yang sulit diungkap dan menjadi bagian dari kehidupan. Semesta telah mewarnai kehidupan manusia sejak awal munculnya manusia. Satu poin yang didapat bahwa dunia tampaknya sebagai proses kosmik tunggal di mana ada dan muncul, yang  berjalan pada tatanan yang lebih tinggi.

Refrensi :

Artigas, Mariano. (2001). The Mind of the Universe: Understanding Science and Religion. Pennsylvania USA :
          Templetion Foundation Press.

Fara, Patricia . (2009). Science: A Four Thousand Year History. New York  : Oxford University Press.