Senin, 20 Mei 2013

Geisha bukan Pelacur

By : @aiyaselvia
( Dan dipadukan dari berbagai sumber)
 

 
Para geisha sendiri—tentu saja—tidak mau disebut pelacur. Budayawan Sutanto, yang banyak mendalami kebudayaan Jepang dengan tegas mengatakan bahwa geisha tidak sama dengan pelacur. “Pelacur bisa hanya mengandalkan kecantikan wajah dan olah tubuh, sedangkan geisha soal kecantikan hanyalah salah satu persyaratan. Ada jasa kemampuan yang dijual, bukan menjual tubuh”kata Sutanto.

Geisha memiliki ikatan obi (selendang besar diikat di perut) yang cukup rumit, itulah yang membedakan mereka dengan pelacur Jepang. Geisha memakai kimono yg berlapis2, ada bagian dalam (terdiri dari 2 lapis yaitu Hadajuban dan Juban) dan bagian luar. Masing-masing dikencangkan dengan ikatan tali dengan jenis-jenis simpul tertentu. Obi pada Geisha diikatkan di bagian belakang. Obi ini panjangnya bisa mencapai 6 m, lebarnya setengah dari panjangnya.

Sedangkan Mami Kato, seorang wanita Ekspatriat dari Jepang mengaku sulit menilai seorang Geisha itu pelacur atau bukan. Sebabnya, hampir tidak ada wanita Jepang—apalagi ibu rumah tangga—yang tahu tentang dunia Geisha kecuali para pelaku.”Dunia Geisha hanya milik laki-laki dan pelaku saja. Selebihnya itu misteri karena bukan sebuah dunia yang terbuka untuk umum”ujarnya.

Arthur Golden yang lama mendalami tentang dunia Geisha pun tidak memberikan jawaban secara pasti:
“Jawabannya tidak sesederhana ya atau tidak. Geisha yang disebut “hot spring geisha” atau Geisha sumber air panas, yang menghibur di tempat-tempat peristirahatan, jelas pelacur. Kesulitan memberikan jawaban bisa dipahami karena dalam perikau dan kejadian tertentu, banyak hal yang menghubungkan geisha dengan dunia pelacuran. Yaitu :
  1. Rekruitmen Geisha tidak selamanya terbuka. Tidak jarang para calon Geisha itu diperoleh melalui proses perdagangan manusia.
  2. Geisha selama masa persiapan, masa sekolah, hingga benar-benar menjadi seorang Geisha tinggal di sebuah Gion atau semacam rumah penampungan. Di dalam Gion itu, ada induk semang yang disebut Okasan, yang berkuasa penuh atas Gion seisinya, termasuk para Geisha, Geisha magang, dan para pembantunya. Okasan inilah yang mengurus segala keperluan Geisha termasuk mengatur pemasukan dan pengeluaran. Semua biaya hidup dan pendidikan Geisha, bahkan mungkin pelanggaran-pelanggaran yang bisa dinilai dengan uang, ditanggung oleh Okasan, tetapi itu semua dihitung sebagai hutang. Bila nanti Geisha sudah menghasilkan uang, mula-mula digunakan untuk mengembalikan hutang yang dimiliki seorang Geisha.
  3. Dalam dunia Geisha dikenal sebuah peristiwa yang disebut sebagai mizuage, yaitu peristiwa mizuage (memerawani). Ini dilakukan oleh seorang maiko (geisha yang masih dalam pendidikan) yang dianggap sudah layak menjadi seorang Geisha.  Orang berhak melakukan mizuage adalah siapa yang berani membayar harga paling tinggi. Tetapi setelah mizuage antara antara Geisha dan pembayar tertinggi tidak ada ikatan apapun.  Peristiwa ini bisa dibandingkan dengan “bukak klambu” pada seorang ronggeng atau penari kesenian tradisional dengan iringan angklung dan gendang di daerah Banyumas. Untuk memenuhi syarat sebagai ronggeng, ia harus melakukan upacara bukak kelambu atau malam pertama.  Lelaki yang berhak melakukan bukak kelambu adalah yang mau membayar paling mahal di antara para lelaki penawar. Dalam kasus Geisha, peminat mizuage melakukan transaksi dengan pemilik Gion atau induk semang, sementara sang Geisha hanya mendengar angka-angka transaksi tetapi tidak melihat uangnya.
    Meski demikian upacara tersebut dianggap sesuatu yang sakral dan para maiko tetap dihormati. Layaknya seorang perempuan, bukan pelacur.
  4. Seorang Geisha dalam menekuni pekerjaan sehari-hari memang sebatas memberikan pelayanan jasa hiburan memlalui ketrampilan yang dimiliki. Sedangkan dalam konteks seksual, seorang geisha akan dianggap sukses bila memiliki danna, yaitu lelaki yang memberikan perlindungan baik secara mental maupun materil (layaknya seorang suami). Pria ini akan menjamin hidupnya tetap elegan, dan sebagai gantinya si Geisha akan memberikan layanan seksual, hanya untuk si pria yang disebut danna. Bagi Arthur, ini tidak disebut sebagai pelacur.  Seorang Geisha akan dianggap gagal bila ia tidak memiliki seorang pria yang bertindak sebagai pelindungnya dan membiayai pengeluarannya.

Geisha Jepang


By : @aiyaselvia
( Dan dipadukan dari berbagai sumber)






Geisha (芸者 "seniman") adalah penghibur tradisional di Jepang. karena untuk memperoleh predikat geisha ia harus menguasai begitu banyak aspek seni.Geisha sangat umum pada abad ke-18 dan abad ke-19, dan masih ada sampai sekarang ini, walaupun jumlahnya tidak banyak. Pada awalnya Geisha di lakoni oleh kaum laki-laki yang disebut sebagai Honko mereka pun mengerjakan sebagaimana yang dilakukan oleh para Geisha, menari, berdiskusi, bernyanyi dan menemani tamunya di restoran, bar, dan rumah teh.
Sejarah Geisha dimulai dari awal pemerintahan Tokugawa, di mana Jepang memasuki masa damai dan tidak begitu disibukkan lagi dengan masalah-masalah perang. Seorang calon Geisha harus menjalani pelatihan seni yang berat selagi usia dini. Berlatih alat musik petik Shamizen yang membuat calon Geisha harus merendam jarinya di air es. Berlatih alat musik lainnya juga seperti tetabuhan kecil hingga Taiko. Berlatih seni tari yang menjadi kunci kesuksesan seorang Geisha, karena Geisha papan atas umumnya adalah penari, tari Topeng Noh yang sering dimainkan oleh Geisha dihadirkan bagi masyarakat kelas atas berbeda segmennya dengan pertunjukkan Kabuki yang lebih disukai rakyat jelata.
 
Seorang Geisha harus menguasai banyak hal dari dunia seni seperti menari, menyanyi, memainkan musik, bermain teater, memakai kimono, merias wajah dengan makeup tebal dan dandanan rambut yang rumit, menuang sake dengan cara yang anggun dan sesensual mungkin, bercerita tentang banyak hal dari sastera hingga sejarah, memakaikan jas dan sepatu tamu, dan banyak lagi.
Penguasaan aspek-aspek seni itu tidak diperoleh dengan sembarangan, atau sekedar memperoleh ketrampilan sambil lalu, tetapi harus ditempuh lewat pendidikan formal sekolah geisha. Di sekolah tersebut, yang bisa memakan waktu hingga tiga tahun, seorang geisha belajar banyak hal aspek-aspek kebudayaan Jepang.
Untuk belajar musik saja misalnya, seorang Geisha tidak cukup satu jenis musik yang dipelajari. Selain Shamisen (alat musik petik), juga belajar Tsutsumi atau gendang kecil atau gendang sedang yang disebut Okawa atau gendang paling besar yang disebut Taiko, serta seruling Jepang yang disebut Fue. Geisha harus belajar memainkan semua instrumen ini, meskipun pada akhirnya kepadanya akan disarankan untuk mendalami secara khusus salah satu atau dua instrumen saja.
Itu semua dipelajari karena geisha memiliki tugas paling utama sebagai penghibur. Dengan segala kemampuan yang dimiliki ia bekerja memberikan hiburan menemani kaum laki-laki di rumah-rumah minum (café), atau pada upacara-upacara lainnya yang berlanjut dengan pesta di rumah minum atau di rumah tempat tinggal.

Geisha juga harus berlatih seni upacara minum teh, yang pada masa medieval dianggap sama pentingnya dengan seni perang. Dan berbagai latihan berat lain yang harus dijalani. Dan latihan itu masih terus dijalani setiap Geisha hingga akhir karirnya.
Sebagaimana kita tahu, masyarakat Jepang memiliki tradisi seni kuliner minum teh yang sudah turun temurun dari satu generai ke generasi lainnya. Traidi minum the ini biasa dilakukan di rumah-rumh tempat tinggal. Tetapi di rumah-rumah minum para lelaki Jepang lebih suka menenggak minuman keras bernama sake. Di rumah minum inilah, para geisha akan memberikan layanan jasanya kepada para tamu, dari sekedar menemani duduk, mengantarkan tamu ke toilet, menuangkan sake ke dalam cangkir, bercerita, bermain kartu, menyanyi, dan menari.

Seorang calon Geisha sedari awal menginjakkan kakinya ke rumah barunya, sudah memiliki hutang awal sebesar biaya yang dikeluarkan pemilik Okiya untuk membelinya. Sungguh Ironis. Hutang itu terus bertambah, Karena biaya pendidikan Geisha, biaya perawatan kecantikan, biaya dokter yang ditalangi oleh Okiya, nyatanya dibebankan balik sebagai hutang geisha. Geisha dengan level standar akan terus terikat hingga akhir hayatnya, berbeda dengan geisha sukses yang dapat menebus kembali kebebasannya sebelum mencapai usia 20 tahunan.
Untuk bisa masuk ke rumah minum juga bukan pekerjaan yang mudah. Walapun ia sudah tamat sekolah geisha, ia harus magang terlebih dahulu sebagai calon geisha atau geisha magang selama beberapa tahun kepada geisha senior dengan diangkat sebagai adik. Dengan cara magang inilah diharapkan ketika ia tampil menjadi geisha mandiri, ia sungguh-sunguh telah memiliki berbagai ketrampilan yang mumpuni. Hal itu diperlukan karena mereka yang akan dihibur bukan sembarang lelaki yang memiliki uang untuk membayar biaya pelayanan rumah minum, tetapi para lelaki dari kalangan atas apakah pebisnis, selebritis, hingga pejabat-pejabat pemerintahan.

Tugas utama seorang Geisha adalah menghibur tamu di rumah minum teh. Mereka menari, menyanyi, memainkan alat musik (shamizen, taiko, fue, dan lain-lain). Untuk mendapatkan keahlian ini, mereka harus belajar di sekolah geisha sejak usia dini. Mereka mempelajari sastra, musik, tari, tatakrama (duduk, berjalan, berdiri, dan sebagainya), melakukan upacara minum teh yang ternyata tidak sesederhana seperti nampaknya, dan masih banyak lagi. Sekolah geisha juga menerapkan disiplin yang ketat. Tidak semua siswa bisa lulus dari sekolah geisha ini, tidak sedikit yang gagal.

Menjadi seorang Geisha adalah menjadi seorang yang tidak dikenal, Tanpa Identitas (Anonimus) dan hal demikian disampaikan dalam sesi pendidikannya. Para geisha diharuskan menyembunyikan semua yang merujuk pada identitas mereka, seperti nama, alamat rumah dan sebagainya meskipun tamu itu benar-benar seorang terhormat.

Sabtu, 18 Mei 2013

Ketika Allah merangkul ku



 By : @aiyaselvia


 
Saat hati mencari pembenaran……
Sukma meronta berteriak, mencoba lari….
Jiwa merintih momohom memelas kasih….
Berharap duka segera terpelipur….
 
 
Tangis kini tak mempu lagi menutupi
Air mata berlinang abadi….
Kala hati menjadi senja yang tak kunjung petang…
Menyeringai dedaunan menertawakan…
Malu….
Gelisah…
Takut…
Menyelimuti, tak inggin pergi dari diri…
 
Asa kini berubah menjadi gairah….
Lusuh, kini tersuci dari lara….
Noda kini terhapus waktu….
Menyerigai, tumbuh menjadi tunas baru…
 
 
 
Terimakasih ^_^
Telah menyempatkan diri membaca syair dari ku…..
Ini adalah ungkapan hati ku yang teramat dalam, dan kulukis menjadi sebuah tulisan…..