Minggu, 21 Agustus 2016

Emosi



Devinisi
         William James (dalam DR. Nyayu Khodijah) mendefinisikan emosi sebagai keadaan budi rohani yang menampakkan dirinya dengan suatu perubahan yang jelas pada tubuh. Senada dengan William James, Goleman 1999 (dalam DR. Nyayu Khodijah) mendefinisikan emosi sebagai suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Sedangkan, Kleinginna & Kleinginna (dalam DR. Nyayu Khodijah) mencatat ada 92 definisi yang berbeda tentang emosi., Namun disepakati bahwa keadaan emosional adalah suatu reaksi kompleks yang melibatkan kegiatan dan perubahan yang mendalam serta dibarengi dengan perasaan yang kuat.

Walgito, 1997 (dalam DR. Nyayu Khodijah), mengemukakan tiga teori emosi, yaitu :
1.      Teori Sentral,
Menurut teori ini, gejala kejasmanian merupakan akibat dari emosi yang dialami oleh individu; jadi individu mengalami emosi terlebih dahulu baru kemudian mengalami perubahan-perubahan dalam kejasmaniannya.
Contohnya: orang menangis karena merasa sedih
2.      Teori Periferal
Teori ini dikemukakan oleh seorang ahli berasal dari Amerika Serikat bernama William James (1842-1910). Menurut teori ini justru sebaliknya, gejala-gejala kejasmanian bukanlah merupakan akibat dari emosi yang dialami oleh individu, tetapi malahan emosi yang dialami oleh individu merupakan akibat dari gejala-gejala kejasmanian.
Menurut teori ini, orang tidak menangis karena susah, tetapi sebaliknya ia susah karena menangis.
3.      Teori Kepribadian
Menurut teori ini, emosi ini merupakan suatu aktifitas pribadi, dimana pribadi ini tidak dapat dipisah-pisahkan dalam jasmani dan psikis sebagai dua substansi yang terpisah. Karena itu, maka emosi meliputi pula perubahan-perubahan kejasmanian. Misalnya apa yang dikemukakan oleh J. Linchoten.

Fungsi Emosi
         Bagi manusia, emosi tidak hanya berfungsi untuk Survival atau sekedar untuk mempertahankan hidup, seperti pada hewan. Akan tetapi, emosi juga berfungsi sebagai Energizer atau pembangkit energi yang memberikan kegairahan dalam kehidupan manusia. Selain itu, emosi juga merupakan Messenger atau pembawa pesan (Martin dalam DR. Nyayu Khodijah, 2006).
         Survival, yaitu sebagai sarana untuk mempertahankan hidup. Emosi memberikan kekuatan pada manusia untuk membeda dan mempertahankan diri terhadap adanya gangguan atau rintangan. Adanya perasaan cinta, sayang, cemburu, marah, atau benci, membuat manusia dapat menikmati hidup dalam kebersamaan dengan manusia lain.
         Energizer, yaitu sebagai pembangkit energi. Emosi dapat memberikan kita semangat dalam bekerja bahkan juga semangat untuk hidup. Contohnya : perasaan cinta dan sayang. Namun, emosi juga dapat memberikan dampak negatif yang membuat kita merasakan hari-hari yang suram dan nyaris tidak ada semangat untuk hidup. Contohnya : perasaan sedih dan benci.
         Messenger, yaitu sebagai pembawa pesan. Emosi memberitahu kita bagaimana keadaan orang-orang yang berada disekitar kita, terutama orang-orang yang kita cintai dan sayangi, sehingga kita dapat memahami dan melakukan sesuatu yang tepat dengan kondisi tersebut. Bayangkan jika tidak ada emosi, kita tidak tahu bahwa disekitar kita ada orang yang sedih karena sesuatu hal yang terjadi dalam keadaan seperti itu mungkin kita akan tertawa-tawa bahagia sehingga membuat seseorang yang sedang bersedih merasa bahwa kita bersikap empati terhadapnya.

Jenis dan Pengelompokkan Emosi
         Secara garis besar emosi manusia dibedakan dalam dua bagian yaitu Emosi positif (emosi yang menyenangkan), yaitu emosi yang menimbulkan perasaan positif pada orang yang mengalaminya, diataranya adalah cinta, sayang, senang, gembira, kagum dan sebagainya.
         Emosi negatif (emosi yang tidak menyenangkan), yaitu emosi yang menimbulkan perasaan negatif pada orang yang mengalaminya, diantaranya adalah sedih, marah, benci, takut dan sebagainya.  Sedangkan emosi yang positif dapat mempercepat proses belajar dan mencapai hasil belajar yang lebih baik, sebaliknya emosi yang negatif dapat memperlambat belajar atau bahkan menghentikannya sama sekali. Oleh karena itu, pembelajaran yang berhasil haruslah dimulai dengan menciptakan emosi positif pada diri pembelajar. Untuk menciptakan emosi positif pada diri siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan dengan penciptaan kegembiraan belajar.
         Menurut Meier, 2002 (dalam DR. Nyayu Khodijah, 2006) kegembiraan belajar seringkali merupakan penentu utama kualitas dan kuantitas belajar yang dapat terjadi. Kegembiraan bukan berarti menciptakan suasana kelas yang ribut dan penuh hura-hura. Akan tetapi, kegembiraan berarti bangkitnya pemahaman dan nilai yang membahagiakan pada diri si pembelajar. Selain itu, dapat juga dilakukan pengembangan kecerdasan emosi pada siswa. Kecerdasan emosi merupakan kemampuan seseorang dalam mengelola emosinya secara sehat terutama dalam

Rabu, 17 Agustus 2016

TerapiI Permainan Psikoanalisa



Ditulis oleh  @aiyaselvia
Disadur dari tulisan Richard N. Bromfield

            Sigmund Freud menempatkan dasar untuk terapi permainan psikodinamika. Hal tersebut terinspirasi dari pekerjaannya yang memikirkan pasien-pasien dewasanya sehingga memberikan baru dalam perkembangan dan pengalaman emosi anak-anak, khususnya hubungan yang dalam antara jiwa, tubuh, dan seksualitas anak (1905). Walaupun secara klinis Freud fokus pada orang dewasa, pekerjaannya berbalik terhadap pengalaman-pengalaman awal pada pasien dewasanya, membentuk tingkatan untuk langkah logis dalam memperlakukan anak-anak.

Hermine von Hug-Hellmuth, seorang guru di Vienna, menjadi orang pertama yang secara formal memberi perlakuan pada anak dengan berbicara dan bermain. Pada tahun 1920, ia menulis bahwa “kedua analisis tentang anak dan orang dewasa memiliki akhir dan objek yang sama; yaitu, perbaikan jiwa pada kesehatan dan keseimbangan yang telah mengancam melalui pengaruh dikenali dan tidak dikenali” (p.287). Pada awal mengobati pasien mudanya di rumahnya sendiri, Hug-Hellmuth memahami pengaruh keluarga dan melihat kebanyakan kesulitan yang dimiliki anak-anak berakar pada masalah orang tua mereka yang tidak dapat diselesaikan. Ia juga meyakini bahwa wawasan yang disadari bukanlah sebuah kewajiban bagi penemuan keringanan dan pertolongan anak dalam bermain.

Sebagian besar permulaan yang disebutkan dalam terapi anak berputar di sekitar Anna Freud di Vienna dan Melanie Klein di Berlin. Kedua wanita ini memegang kepercayaan yang kuat pada kekayaan dan kompleksitas masa kanak-kanak dan perkembangan, memahai penderitaan yang diketahui anak-anak, dan menilai terapi permainan sebagai maksud untuk memahami dan menyembuhkan anank.

Klein (1932/1975) melihat permainan anak dalam terapi sebagai persamaan asosiasi bebas orang dewasa dan sebagai kendaraan untuk membuat interpretasi langsung bahkan pada ketidaksadaran anak yang sangat muda. Ia secara khusus fokus pada apa yang dirasakannya sebagai pengalaman anak muda dalam keadaan tertinggal, kecemburuan, dan kemarahan.

Terapi Permainan Psikoanalisis

Metode Anna Freud (1927/1974) menitikberatkan pada menolong anak untuk memahami mengapa mereka berpikir, merasa, dan berperilaku seperti yang mereka lakukan. Ia menghargai perilaku dan pertahanan anak sebagai hal terbaik yang coba dilakukan anak untuk mengatasi kecemasan, trauma, pengalaman hidup, dan pertumbuhan mereka. Seumur hidupnya di dalam pekerjaan tidak hanya mengakui faktor-faktor seperti kesehatan anak, kondisi kehidupan, kemampuan kognitif, dan sebagainya, tetapi ia juga mempertimbangkan bimbingan orang tua dan konsultasi sekolah sebagai fungsi penting pada terapis anak. Jika Sigmund Freud adalah bapak psikoanalisis, maka Anna Freud adalah ibu terkemuka dalam terapi anak.

Konsep Dasar, Tujuan, Dan Teknik
Tujuan terapi permainan psikoanalisis itu banyak, dan termasuk menolong anak untuk mengurangi penderitaan (Ex. mengatasi kecemasan dan simtom jasmani yang berkaitan, depresi, dan memecahkan kesedihan yang menyulitkan); mengatasi trauma; menyesuaikan diri dengan kejadian-kejadian dalam kehidupan, seperti perceraian; mengatasi penyakit dan mengikuti pengobatan; menguasai ketakutan; menjadi lebih baik untuk mengikuti, belajar dan bekerja di sekolah; mengatur kemarahan dan agresi pribadi; dan sampai pada hubungan dengan ketidakmampuan belajar atau cacat fisik.

Seperti apa yang diutarakan dari teoritis klinisi lain, tujuan terapi permainan psikoanalisis kadang-kadang lebih ambisius, menginginkan untuk tidak hanya mengubah perilaku atau simtom, tetapi lebih luas, lebih dalam dan aspek yang lebih esensial dari anak serta cara dalam berhubungan dengan kehidupan dan cobaan-cobaannya. Terapi permainan psikoanalisis mungkin digunakan untuk melunakant sifat yang terlalu keras pada anak. Ini dapat membantu anak menggabungkan berbagai aspek dalam kepribadiannya atau membantunya untuk menguasai tugas perkembangan, seperti beradaptasi pada masa remaja/pubertas dan perubahan-perubahannya. Secara analisis, terapi yang diinformasikan bisa membantu melepaskan atau menjauhkan anak berhubungan lebih jauh dengan diri mereka dan orang lain. Jenis terapi ini sangat baik dalam mempertimbangkan keelastisan dan penyesuaian, membantu mengurangi sifat mudah luka psikotik pada anak dan fungsi perbatasan, khususnya dibawah tekanan. Ini bisa membantu  pertumbuhan anak yang terhambat lebih spontan, aktif, dan gembira; seorang anak yang impulsive, lebih menahan, termenung, dan bertanggung jawab; dan seorang anak yang mencintai diri sendiri, tidak mudah untuk kehilangan harga diri dan melakukan kemarahan.

Terapi permainan psikoanalisis bermaksud untuk melewati kesulitan, sehingga terbentuk perkembangan yang sehat yang dapat diakibatkan oleh trauma dari luar atau konflik dari dalam yang tidak dapat dipertahankan (neurosis). Ini juga efektif dalam membantu anak yang memiliki keterbatasan, membantu mereka berkembang, menyesuaikan diri, maupun Penerimaan diri dan sikap.

Aplikasi Klinis
Jangka pendek terapi permainan psikoanalisis nampaknya memegang kebanyakan nilai untuk tipe-tipe masalah tertentu. Ini dapat dikatakan ”baik” untuk membantu anak dengan kecemasan, depresi, dengan keterbatasan fungsi dan psikotik, seperti penyakit kronis atau ketidakmampuan belajar. Walaupun memerlukan proses, terapi psikodinamika bisa membantu anak yang kurang memiliki kelekatan dengan diri dan keluarganya. Psikoanalisis memberitahukan bahwa terapi permainan bisa menjadi suatu bentuk pengobatan yang sangat kuat. Tapi ini bisa saja suatu waktu menjadi panjang, mahal, keras, dan menyakitkan bagi keduanya (anak dan orang tua).

Jumat, 12 Agustus 2016

Sigmund Freud dan Teori Psikoanalitik


Sigmund Freud (1856-1939) merupakan seorang dokter berkebangsaan Vienna yang mengkhususkan diri untuk mempelajari gangguan kejiwaan, terutama gangguan jiwa neurotik, yaitu gangguan kejiwaan dimana penderita akan memperlihatkan kecemasan yang berlebihan, mudah lelah, insomnia, depresi, kelumpuhan, dan gejala-gejala lainnya yang berhubungan dengan adanya konflik dan tekanan jiwa. Teori Freud ini dikenal dengan teori Psikoanalisis, yaitu teori pemikiran Freud mengenai kepribadian, abnormalitas, dan perawatan penderita. Aliran psikoanalisa disini tidak menampakkan adanya kemiripan dengan teori yang sudah dibicarakan sebelumnya, karena pada dasarnya Freud sendiri tidak pernah bertujuan mempengaruhi psikologi untuk keperluan akademis.
        Sejak semula Freud hanya bertujuan meringankan penderitaan pasien-pasiennya, tetapi karena pengaruh dari teori psikoanalisis ini nyatanya telah menembus psikologi sebagai ilmu, maka kita akan melihat teori ini sebagai salah satu teori di dalam psikologi.

Beberapa pandangan yang diyakini oleh pengikut Freud adalah sebagai berikut :
1.    Psikolog sebaiknya mempelajari dengan tekun mengenai hukum dan faktor-faktor penentu di dalam kepribadian (baik yang normal ataupun yang tidak normal), dan menentukan metode penyembuhan bagi gangguan kepribadian.
2.    Motivasi yang tidak disadari, ingatan-ingatan, ketakutan-ketakutan, pertentangan-pertentangan batin, serta kekecewaan adalah aspek-aspek yangsangat penting di dalam kepribadian. Dengan  membawa gejala-gejala tersebut kealam sadarnya sudah merupakan satu bentuk terapi bagi  penderita kelainan/gangguan kepribadian.
3.    Kepribadian seseorang terbentuk selama masa kanak-kanak dini. Dengan meneliti ingatan-ingatan yang dimiliki seseorang ketika ia berusia 5 tahun, akan sangat besar perannya bagi penyembuhan.
4.    Kepribadian akan lebih tepat bila dipelajari di dalam konteks hubungan pribadi yang sudah berlangsung lama antara terapis dan pasien. Selama terjadinya hubungan yang seperti itu, maka pasien dapat menceritakan segala pikiran, perasaan, harapan, khayalan, ketakutan, kecemasa, mimpi kepada terapis (introspeksi informal), dan tugas terapis ialah mengobservasi serta menginterpretasikan perilaku pasien (Davidoff, 1988:19-21).

Landasan Filosofik
        Freud sangat terpengaruh oleh filsafat determinisme dan positivisme ilmu pengetahuan abad XIX. Analisa terhadap pandangan psikoanalisis, terutama yang berkaitan dengan tugas terapis yaitu observasi dan interpretasi perilaku, sejalan dengan metodologi psitivisme Auguste Comte. Alat penelitian yang pertama menurut Comte adalah observasi. Selain itu, pandangan-pandangan psikoanalisis tentang aspek-aspek penting kepribadian juga sejalan dengan epistemology positivisme kritis dari Mach danb Avenarius, yang lebih dikenal dengan empiriocritisisme.
        Menurut hal tersebut, fakta menjadi satu-satunya jenis unsur untuk membangun realitas. Realitas bagi keduanya adalah sejumlah rangkaian hubungan beragam hal indrawi yang relatif stabil. Unsur hal yang indrawi itu dapat fisik, dapat pula psikis (Muhadjir, 1998:64-65). Menurut Popper, filsafat deterministic mencermati keteraturan biologik. Pooper dipengaruhi oleh Kant, dimana ia menampilkan hipotesa besar imajinatifnya berupa teori keteraturan deterministic. Alam semesta ini teratur. Ilmuwan berupaya membaca keteraturan tersebut. Dalam hal ini, uji falsifikasi diharapkan diketemukan kawasan benar dan kawasan salah dari teori itu. Popper menguji teorinya secara deduktif dengan uji falsifikasi, dan kesimpulan yang hendak dicapai adalah kebenaran probabilistic.
        Teori relatifitas Einstein merupakan salah satu teori yang tepat diuji validitasnya dengan uji falsifikasi Popper (Muhadjir, 1998:99).. Sejalan dengan filsafat determinisme dari Popper tersebut, Freud menganggap organisme manusia sebagai suatu energi kompleks, yang memperoleh energinya dari makanan yang dimakannya dan menggunakannya untuk bermacammacam hal, seperti sirkulasi, pernapasan, gerakan otot, mengamati, berpikir, dan mengingat. Freud tidak melihat alasan untuk menganggap bahwa energi yang dikeluarkan untuk bernapas atau pencernaan adalah berbeda dari energi yang dikeluarkan untuk berpikir dan mengingat, kecuali dalam hal bentuknya.
        Sebagaimana sangat didengungkan oleh ahli-ahli ilmu alam abad XIX, energi harus didefinisikan berdasarkan sejenis pekerjaan yang dilakukannya. Apabila pekerjaannya merupakan kegiatan psikologis, seperti berpikir, maka Freud yakin bahwa adalah sangat sah menyebut bentuk energi ini energi psikis. Menurut doktrin penyimpanan energi, energi dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain, tetapi tidak dapat hilang dari seluruh system kosmis; berdasarkan pemikiran ini maka energi psikis dapat diubah menjadi energi fisiologis dan demikian sebaliknya. Titik hubunghan atau jembatan antara energi tubuh dan energi kepribadian adalah id beserta insting-instingnya (Hall, 1993:68-69).
        Telaah aksiologi terhadap aliran psikoanalisa ini akan tepat jika didekati dengan teori moral tentang keutamaan dan jalan tengah yang baik dari Aristoteles. Aristoteles mengetengahkan tendensi memilih jalan tengah yang baik antara terlalu banyak (ekses) dengan terlalu sedikit (defisiensi). Keberanian merupakan jalan tengah antara kenekatan dengan kepengecutan. Kejujuran merupakan jalan tengah antara membukakan segala yang menghancurkan dengan menyembunyikan segala sesuatu. Pada dataran rasional, Aristoteles juga mengetengahkan teori keutamaan intelektual, dalam tampilan seperti : efisiensi dan kreatif. Teori moral ini sangat realistic, dimana dalam mengatasi konflik dilakukan dengan mencari jalan tengah yang terbaik (Muhadjir, 1998:156).